BAB I
PENDAHULUAN
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi
Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang
sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan
manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis,
tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan
progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual,
senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka,
demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik,
mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap
positif lainnya.
Menurut Fazlur Rahman secara eksplisit dasar
ajaran Alquran adalah moral yang memancarkan titik beratnya pada monoteisme dan
keadilan sosial. Tesis ini dapat dilihat misalnya pada ajaran tentang ibadah
yang penuh dengan muatan peningkatan keimanan, ketaqwaan yang diwujudkan dalam
akhlak yang mulia.
BAB II
KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA
A. Pengertian Agama
Secara sederhana, pengertian agama dapat
dilihat dari sudut kebahasaan (etimologis) dan sudut istilah (terminologis).
Mengartikan agama dari sudut istilah kebahasaan akan terasa lebih mudah
daripada mengartikan agama dari sudut istilah karena pengertian agama dari
sudut istilah ini sudah mengandung muatan subyektivitas dari orang yang
mengartikannya. Atas dasar ini, maka tidak mengherankan
jika muncul beberapa ahli yang tidak tertarik mendefinisikan agama. James H.
Leuba, misalnya, berusaha mengumpulkan semua definisi yang pernah dibuat orang
tentang agama, tidak kurang dari 48 teori. Namun, akhirnya ia berkesimpulan
bahwa usaha untuk membuat defenisi agama itu tak ada gunanya karena hanya
merupakan kepandaian bersilat lidah. Selanjutnya Mukti Ali pernah mengatakan,
barangkali tidak ada kata yang paling sulit diberi pengertian dan defenisi
selain dari kata agama. Pernyataan ini didasarkan kepada tiga alasan. Pertama,
bahwa pengalaman agama adalah soal batin, subyektif dan sangat individualis
sifatnya. Kedua barangkali tidak ada orang yang begitu bersemangat dan
emosional daripada orang yang membicarakan agama. Karena itu, setiap pembahasan
tentang arti agama selalu ada emosi yang melekat erat sehingga kata agama itu
sulit didefinisikan. Ketiga, kosepsi tentang agama dipengaruhi oleh
tujuan dari orang yang memberikan definisi tersebut.
Senada dengan Mukti Ali,
M. Sastrapratedja mengatakan bahwa salah satu kesulitan untuk berbicara
mengenai agama secara umum adalah adanya perbedaan-perbedaan dalam memahami
arti agama dan disamping adanya perbedaan juga dalam cara memahmi serta
penerimaan setiap agama terhadap suatu usaha memahami agama. Setiap agama
memiliki interpretasi diri yang berbeda dan keluasan interpretasi diri itu juga
berbeda-beda..
Sampai sekarang
perdebatan tentang definisi agama masih belum selesai, sehingga W.H. Clark,
seorang ahli Ilmu Jiwa Agama, sebagaimana dikutip Zakiah Daradjat mengatakan,
bahwa tidak ada yang lebih sukar daripada mencari kata-kata yang dapat
digunakan untuk membuat definisi agama karena pengalaman agama adalah
subyektif, intern dan individual, dimana setiap orang akan merasakan pengalaman
agama yang berbeda dari orang lain.
Pengertian agama dari
segi bahasa dapat kita ikuti antara lain uraian yang diberikan Harun Nasution.
Menurutnya, dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenan pula
kata din (Ïﻴﻦ )
dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama
berasal dari kata sanskrit. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution
mengatakan, kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam =
pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi secara
turun-temurun. Hal demikian menunjukkan pada salah satu sifat agama, yaitu
diwarisi secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya.
Selanjutnya ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau
kitab suci, dan agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci.
Selanjutnya din
dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini
mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan dan kebiasaan
Sementara itu Elizabeth K
Nottingham yang pendapatnya tersebut tampak lebih menunjukkan pada realitas
objektif, yaitu bahwa ia melihat pada dasaranya agama itu bertujuan mengangkat
harkat dan martabat manusia dengan cara memberikan suasana batin yang nyaman
dan menyejukkan, tapi juga agama terkadang disalah-gunakan oleh penganutnya
untuk tujuan-tujuan yang merugikan orang lain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar