ASWAJA DI ERA GLOBALISASI
Memahami dan membentengi Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) di masa kini tidak saja perlu, tetapi jia penting untuk menerapkan dan mempertahankan akida h ke depan. Apalagi di era sekarang ini, tantangan dari berbagai aliran sesat semakin marak di mana-mana. Maka pendidikan keimanan dan akidah harus digalakkan, agar pemahaman tentang Aswaja benar-benar membumi di tengah umat.
Pendidikan
Aswaja harus dimulai sejak dini di madrasah-madrasah di Indonesia.
Diharapkan sejak awal, umat ini mengenal akidahnya secara benar,
sehingga memiliki resistensi (daya tolak) terhadap ancaman dan tantangan
dari luar yang terasa semakin tinggi intensitasnya.
Saat
ini semakin banyak faham agama yang bemunculan, umat masih bingung ,
aliran bagaimana yang sesat dan faham apa yang selamat. Apalagi mereka
juga kurang memahami apa dan bagaiaman Ahussunnah wal Jama’ah.
Salah
satu keprihatinan yang terjadi di tengan umat Islam di negeri ini
adalah kerancuan dalam memahami mengenai manhaj (metode berfikir) dan
madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah mengakui ada empat madzhab mayoritas
dalam masalah fikih, yaitu Madzhab Hanafi, madzhab Maliki,
madzhab Syafi’i dan madzhab Hanbali. Walaupun kenyataanyya di Indonesia
madzah Syafi’ilah yang mayoritas diikuti oleh mayoritas umat Islam.
Dalam intern umat Islam Ahlussunnah wal Jama’ah sering terjadi gesekan gara-gara perbedaan faham dalam sebuah hokum. Padahal
perbedaan antar madzhab itu namanya ikhtilaf, yang masih diperbolehkan
atau dapat ditoleransi. Karena terjadi dalam masalah furu’iyah (masalah
di luar akidah). Sedangkan perbedaan dalam akidah (teologi dan ideologi)
itu disebut iftiraq (sempalan), yang tidak bias “diampuni” (dibenarkan,
pen). Itu artinya faham Aswaja yang dianut mayoritas muslimin di
Indonesia sangat tajam dengan Ahmadiyah, Syi’ah, Isma’iliyyah dan
sebagianya (transnasional) dan al-Qiyadah al-Islamiyah, Islam murni,
Islam Haq dan seterusnya (nasional), karena non aswaja itu sudah jauh
mengalami diviasi (penyimpangan akidah) dari standar Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
Meresmikan Ajaran Ahlussnunnah wal Jama’ah
Selain
pembentengan ke dalam, berbagai ormas Islam Aswaja seharusnya
mengusulkan pemerintah untuk mengundangkan Aswaja sebagai aliran resmi
Negara, sebagai representasi faham yang dianut oleh mayoritas
masyarakat. Jika di Iran saja yang mayoritas syi’ah sudah menetapkan
syi;ah sebagai agama/keyakinan resmi pemerintah yang tidak bias
diamandemen, masak Aswaja di sini yang lebih dulu berdaulat tidak bias
memperjuangkan aspirasi yang menjadi representasi rakyat banyak? Tidak
bias menjadikan Aswaja sebagai faham resmi (yang diakui Negara?) Kita
tentu yakin pemilih terbesar dalam pemilu parpol itu insya Allah pasti
Sunni! Maka mestinya lewat badan legislatif hal tersebut dapat
diperjuangkan ke depan.
Untuk
itu diharapkan partai-partai Islam di negeri ini, melalui
wakil-wakilnya di DPR pada masa mendatang bias mengegolkan Undang-undang
yang menetapkan Aswaja sebagai faham resmi Negara. Hal ini bertujuan
agar supaya eksternal (pihak-pihak luar) untuk merusak Aswaja yang sudah
ratusan tahun menjadi keyakinan umat ini tidak bias terlaksana.
Masalahnya sekarang ini zamannya sudah berubah dan berbeda. Dengan
mengatasnamakan Hak-hak Azazi Manusia (HAM) bias saja berbagai aliran
yang ada sekarang sengaja menghancurkan mayoritas keyakinan umat, untuk
selanjutnya menancapkan hegemoni dan ideology mereka di negari ini.
Mereka sesame aliran dan faham sempalan bisa bersatu padu untuk menumpas
Aswaja.
Sementara
ancaman pelbagai sempalan itu akhir-akhir ini semakin terasa menekan
Aswaja, namun tidak mendapat “perlawanan” yang memadai dari para ulama’
dan cendikiawan dari kalangan Aswaja sendiri. Sebab mungkin citra mereka
yang sudah semakin canggih yang jarang disadari oleh para cendikiawan
Aswaja. Apalagi media yang mereka gunakan juga semakin luas. Mereka
menerbitkan buku-buku dan media cetak lain untuk mempengaruhi umat.
Mereka kadangkala juga menggunakan CD dan VCD untuk propaganda.
Kelengahan Umat Islam Akibat Ketidaktahuan
Penganut
Aswaja di Indonesia kini bagaikan di persimpangan jalan. Mereka dibuat
bingung karena selain tidak memahami Aswaja secara seksama juga karena
tidak mampu mengidentifikasi aliran-aliran sesat. Sehingga kritik-kritik
mereka yang anti Ahlussunnah wal Jama’ah ditelan begitu saja, padahal
belum tentu kritik itu benar atau konstruktif. Mereka bertujuan untuk
menghapus empat madzhab, yang ditikan dengan cara mempermasalahkan
hadits-hadits yang dibawa oleh para pemuka sahabat Nabi. Jika haditsnya
sudah mampu mereka kontaminasi dengan keragu-raguan, maka dengan mudah
madzhabnya ditebang.
Misalnya
ada pihak-pihak yag mempermasalahkan dan mempertanyakan kebanaran
kitab-kitab Imam Bukhari dan Imam Muslim. Mereka mengeritik
hadits-hadits yang ada dalam kitab Bukhari-Muslim itu. Namun umumnya
umat awam diam saja. Karena ketidaktahuannya
terhadap mereka yang mengeritik dan apa yang dikritik itu, padahal
kritik mereka salah dan bukan pada tempatnya. Sebab mereka hanya
mengambil sepotong saja, atau kadangkala hany a mengambil teks tanpa
melihat konteks isi hadits Nabi.
Misalny
saja, tentang hadits tawar-menawar jumlah waktu shalat dalam peristiwa
Isra’ Mi’raj Nabi SAW. Mereka mengritik kebenaran Hadits yang sudah
diakui mayoritas ulama’ itu. Menurut mereka apa benar dan masuk akal,
Allah yang memiliki kekuasaan dan kewenangan mutlak kok bias
ditawar-tawar, padahal yang disebut itu sebagi bentuk belas kasih Allah
kepada umat Muhammad SAW?
Kritik
mereka sepintas masuk akal, tapi tetap keliru. Kalau tawar-menawar
bilangan shalat itu dipermasalahkan, berarti mereka juga tidak menerima
ayat al-Qur’an. Dalam surat Al-Ahzab ayat 72 Allah SWT. menawarkan
amanat untuk menjadi khalifah di muka bumi kepada langit, bumi dan
gunung-gunung tetapi semuanya menolak. Apakah ayat yang menceritakan
tawa-menawar amanat juga ditolak, seperti mereka menolak tawar-manawar
shalat?
Tujuan sempalan itu bukan mau membangun ukhuwah, namun dalam kenyatannya mau
membunuh dengan cara dekonstruksi (membongkar) ajaran Aswaja sebaimana
yang digunakan oleh Jaringan Islam Liberal (JIL). Pekerjaan mereka hanya
membongkar (dekonstruksi) tanpa ada solusi tawaran yang baik, karena
niat mereka Cuma mau merusak kemudian untuk menguasai.
Nah,
di sini diperlukan kewaspadaan yang tinggi dari semua pihak, agar
generasi muda kita tidak mudah dibelokkan dengan cara-cara yang sepintas
terkesan cerdas namun kenyataannya merusak. Bagaimana cara yang efektif
untuk mengatasi berbagai ancaman dan tantangan eksternal terhadap
Aswaja Indonesia itu?
Pertama,
adalah pengefektifan pendidikan Aswaja yang memadai kepada generasi
muda agar memiliki resistensi (daya tahan) yang tinggi terhadap
kehadiran sempalan yang kadang sulit dideteksi ini.
Kedua,
mempererat ukhuwah kedua ormas Islam terbesar di Nusantara yakni NU dan
Muhammadiyah, sebagai wadah formal dan paling terkenal agar tidak mudah
dipecah belah oleh sempalan (yang kini sudah membuat wadah tandingan).
Ketiga, segera melakukan counter (serangan balasan) yang sistematis dan
terencana terhadap upaya dekonstruksi (pembongkaran) atas Aswaja atau
pelecehan terhadap doktrin Aswaja. Misalnya tentang penistaan terhadap
pemuka sahabat dan istri Nabi SAW. Bukhari dan Muslim dan t
okoh-tokoh Sunni lainnya.
Keempat,
menerbitkan buku-buku yang menyegarkan pemikiran Aswaja sehingga dapat
menjadi pegangan bagi genarasi penerus Aswaja ke depan
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar